KATA
PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam Penulis sampaikan ke hadiran Tuhan
Yang Maha Pemurah , karena berkat kemurahan-Nya makalah ini
dapat Penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah
ini Penulis membahas “Gender Dalam Pendidikan” Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
konsep gender dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang Pendidikan. Dalam proses
pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya Penulis
sampaikan kepada pembaca sekalian, serta teman-teman semua. Demikian makalah
ini saya buat semoga bermanfaat, Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Gender
B. Problematika Gender dalam Pendidikan
C. Pendidikan Memandang Gender
D. Menuju Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Isu kesetaraan gender sejalan dengan
perkembangan jaman yang didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mendorong perkembangan ekonomi dan globalisasi informasi, yang
memungkinkan kaum perempuan bekerja dan berperan sama dengan kaum lelaki. Studi
– studi tentang gender saat ini melihat bahwa ketimpangan gender terjadi
akibat rendahnya kualitas sumberdaya kaum
perempuan sendiri, dan hal tersebut mengakibatkan
ketidakmampuan mereka bersaing dengan kaum lelaki. Oleh karena itu upaya-upaya
yang dilakukan adalah mendidik kaum perempuan dan mengajak
mereka berperan serta dalam pembangunan. Namun
kenyataannya proyek-proyek peningkatan peran
serta perempuan agak salah arah dan justru
mengakibatkan beban yang berganda-ganda bagi perempuan tanpa hasil yang memang
menguatkan kedudukan perempuan sendiri. Dalam realitas yang kita jumpai pada
masyarakat tertentu terdapat adat kebiasaan yang tidak mendukung dan bahkan
melarang keikutsertaan perempuan dalam pendidikan formal. Bahkan adaa nilai
yang mengemukakan bahwa “perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena
akhirnya ke dapur juga.”Ada pula anggapan seorang gadis harus cepat-cepat menikah
agar tidak menjadi perawan tua. Paradigma seperti inilah yang menjadikan para
perempuan menjadi terpuruk dan dianggap rendah kaum laki-laki. Terwujudnya kesetaran dan keadilan
gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan
laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara
dan adil dari pembangunan. Hal yang sangat
penting adalah bahwa kesetaraan gender itu harus didukung dengan perlindungan
hukum dan berbekal pendidikan yang memadai, karena perjuangan kesetaraan gender
yang hakiki adalah perjuangan kesetaraan gender dalam dunia pendidikan dan
perlindungan hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Gender
2. Problematika Gender dalam Pendidikan
3. Pendidikan Memandang Gender
4. Strategi Menuju Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Problematika Gender dalam Pendidikan
2. Untuk Mengetahui Pendidikan Memandang Gender
3. Untuk Mengetahui Strategi
Menuju Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok
atribut dan perilaku secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan.[1]
Gender merupakan konsep hubungan sosial yang membedakan (memilahkan
atau memisahkan) fungsi dan peran antara perempuan dan lak-laki. Perbedaan
fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena
keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut
kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai kehidupan dan
pembangunan.
Dengan demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran
manusia atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga bersifat
dinamis dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama, sitem
nilai dari bangsa, masyarakat, dan suku bangsa tertentu. Selain itu gender
dapat berubah karena perjalanan sejarah, perubahan politik, ekonomi, sosial dam
budaya, atau karena kemajuan pembangunan. Dengan demikian gender tidak bersifat
universal dan tidak berlaku secara umum, akan tetapi bersifat situasional
masyarakatnya.
B. Problematika Gender dalam Pendidikan
Rendahnya kualitas pendidikan diakibatkan
oleh adanya diskriminasi gender dalam dunia
pendidikan. Ada tiga aspek permasalahan gender dalam pendidikan yaitu:
1.
Akses
Yang dimaksud dengan aspek akses adalah fasilitas pendidikan yang
sulit dicapai. Misalnya, banyak sekolah dasar di tiap-tiap kecamatan namun
untuk jenjang pendidikan selanjutnya seperti SMP dan SMA tidak banyak. Tidak
setiap wilayah memiliki sekolah tingkat SMP dan seterusnya, hingga banyak siswa
yang harus menempuh perjalanan jauh untuk mencapainya. Di lingkungan masyarakat
yang masih tradisional, umumnya orang tua segan mengirimkan anak perempuannya
ke sekolah yang jauh karena mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab
itu banyak anak perempuan yang ‘terpaksa’ tinggal di rumah. Belum lagi beban
tugas rumah tangga yang banyak dibebankan pada anak perempuan membuat mereka
sulit meninggalkan rumah. Akumulasi dari
faktor-faktor ini membuat anak perempuan banyak yang cepat meninggalkan bangku
sekolah.
2.
Partisipasi
Aspek partisipasi dimana tercakup di dalamnya faktor bidang
studi dan statistik pendidikan. Dalam masyarakat kita di Indonesia, dimana
terdapat sejumlah nilai budaya tradisional yang meletakkan tugas utama
perempuan di arena domestik, seringkali anak perempuan agak terhambat untuk
memperoleh kesempatan yang luas untuk menjalani pendidikan formal. Sudah sering
dikeluhkan bahwa jika sumber-sumber pendanaan keluarga terbatas, maka yang
harus didahulukan untuk sekolah adalah anak laki-laki. Hal ini umumnya
dikaitkan dengan tugas pria kelak apabila sudah dewasa dan berumah-tangga,
yaitu bahwa ia harus menjadi kepala rumah tangga dan pencari nafkah.
3. Manfaat dan Penguasaan
Kenyataan banyaknya angka buta huruf di Indonesia di dominasi oleh kaum perempuan. Data
BPS tahun 2003, menunjukkan dari jumlah penduduk buta aksara usia 10 tahun ke
atas sebanyak 15.686.161 orang, 10.643.823 orang di antaranya atau 67,85 persen
adalah perempuan
Pendidikan
tidak hanya sekedar proses pembelajaran, tetapi merupakan salah satu ”nara sumber” bagi segala pengetahuan
karenanya ia instrumen efektif transfer nilai termasuk nilai yang berkaitan
dengan isu gender.[2] Dengan demikian pendidikan juga sarana sosialisasi
kebudayaan yang berlangsung secara formal termasuk di sekolah.
Perilaku yang tampak dalam kehidupan dalam kehidupan sekolah interaksi
guru-guru, guru-murid, dan murid-murid, baik di dalam maupun luar kelas pada
saat pelajaran berlangsung maupun saat istirahat akan menampakkan konstruksi
gender yang terbangun selama ini. Selain itu penataan tempat duduk murid,
penataan barisan, pelaksanaan upacara tidak terlepas dari hal tersebut. Siswa
laki-laki selalu ditempatkan dalam posisi yang lebih menentukan, misalnya
memimpin organisasi siswa, ketua kelas, diskusi kelompok, ataupun dalam
penentuan kesempatan bertanya dan mengemukakan pendapat. Hal ini menunjukkan
kesenjangan gender muncul dalam proses pembelajaran di sekolah.
C. Pendidikan Memandang Gender
Dalam deklarasai Hak-hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan bahwa : Setiap
orang berhak mendapatkan pengajaran. Pengajaran harus mempertinggi rasa saling
mengerti, saling menerima serta rasa persahabatan antar semua bangsa,
golongan-golongan kebangsaan, serta harus memajukkan kegiatan PBB dalam memelihara
perdamaian dunia.
Terkait dengan deklarasi di atas, sesungguhnya pendidikan bukan hanya
dianggap dan dinyatakan sebagai sebuah unsur utama dalam upaya pencerdasan
bangsa melainkan juga sebagai produk atau konstruksi sosial, maka dengan
demikian pendidikan juga memiliki andil bagi terbentuknya relasi gender di
masyarakat.
Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan dan relavan dengan tuntutan
zaman, yaitu kualitas yang memiliki kaimanan dan hidup dalam ketakwaan yang
kokoh, mengenali, menghayati, dan menerapkan akar budaya bangsa, berwawasan
luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan, dan keterampilan mutakhir,
mampu mengantisipasi arah perkembangan, berpikir secara analitik, terbuka pada
hal-hal baru, mandiri, selektif, mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, dan
bisa meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pendidikannya juga diarahkan agar
mendapatkan kualifikasi tersebut sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya.[3]
Departemen Pendidikan Nasional berupaya menjawab isu tersebut melalui
perubahan kurikulum dan rupanya telah terakomodasi dalam kurikulum 2004 [4] tinggal
bagaimana mengaplikasikannya dalam bahan ajar terutama isu gender meskipun pada
kenyataannya masih membawa dampak biasa gender dalam masyarakat yang berakibat
pada kurang optimalnya sumber daya manusia yang optimal yang unggul disegala
bidang tanpa memandang jenis kelamin.
Dengan demikian, pendidikan seharusnya memberi mata pelajaran yang
sesuai dengan bakat minat setiap individu perempuan, bukan hanya diarahkan pada
pendidikan agama dan ekonomi rumah tangga, melainkan juga masalah pertanian dan
ketrampilan lain. Pendidikan dan bantuan terhadap perempuan dalam semua bidang
tersebut akan menjadikan nilai yang amat besar dan merupakan langkah awal untuk
memperjuangkan persamaan sesungguhnya.
D. Menuju Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
Usaha untuk menghentikan bias gender terhadap seluruh aspek kehidupan
antara lain dengan cara pemenuhan kebutuhan praktis gender (pratical
genderneeds). Kebutuhan ini bersifat jangka pendek dan mudah dikenali hasilnya.
Namun usaha untuk melakukan pembongkaran bias gender harus dilakukan mulai dari
rumah tangga dan pribadi masing-masing hingga sampai pada kebijakan pemerintah
dan negara, tafsir agama bahkan epistimologi ilmu pengetahuan.
Adapaun strategi utama menuju kesetaraan gender dalam pendidikan adalah
sebagai berikut:[5]
1. Penyediaan akses pendidikan yang bermutu terutama pendidikan dasar
secara merata bagi anak laki-laki dan perempuan baik melalui pendidikan
persekolahan maupun pendidikan luar sekolah;
2. Penyediaan akses pendidikan kesetaraan bagi penduduk usia dewasa
yang tidak dapat mengikuti pendidikan persekolahan;
3. Peningkatan penyediaan pelayanan pendidikan keaksaraan bagi
penduduk dewasa terutama perempuan;
4. Peningkatan koordinasi, informasi dan edukasi dalam rangka mengurus utamakan
pendidikan berwawasan gender dan
5. Pengembangan kelembagaan institusi pendidikan baik di tingkat pusat
maupun daerah mengenai pendidikan berwawasan gender.
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya bias laki-laki membentuk
perempuan cenderung menerima, karenanya upaya sistematis dan berkelanjutan
tentang kesetaraan dan keadilan gender dalam pendidikan menjadi semakin
mendesak, akses pendidikan perempuan dan laki-laki harus mendapatkan kesempatan
yang sama. Anak perempuan, sebaimana anak laki-laki harus mempunyai hak atau
kesempatan untuk sekolah lebih tinggi.
Gender di era global berkaitan
dengan kesadaran, tanggung jawab laki-laki, pemberdayaan perempuan, hak-hak
perempuan termasuk hak dalam pendidikan. Tantangan yang dihadapi adalah
bagaimana menghubungkan semua konsep gender untuk tujuan kesehatan dan
kesejahteraan bersama. Pendirian gender perlu diterjemahkan dalam
aksi nyata berupa gerakan pembebasan yang bertanggung jawab. Mendorong
laki-laki dan perempuan untuk merubah tradisi pencerahan, yaitu sikap yang
didasarkan pada akal, alam, manusia, agar diperoleh persamaan, kebebasan dan
kemajuan bersama, tanpa membedakanjenis kelamin.
B. Saran
Zaman semakin maju maka Kesetaraan Gender ini adalah trobosan yang lama dan
harus dikembangkan kemampuan – kemampuannya terutama bagi kaum perempuan yang
selalu tertindas hak nya. Maka penulis menyarankan agar menghapus penindasan
terhadap hak – hak perempuan yaitu dengan prestasi yang harus dikejar dalam
bidang apapun yang sesuai dengan kemampuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Muthia’in, Achmad. Bias Gender dalam
Pendidikan. Surakarta: UMS, 2001.
Yuryanto Bagong, Narwoko Dwi. Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004.
Roqib, Moh. Pendidikan
Perempuan. Yogyakarta: Gama
Media, 2003.
Sumanto, Daryo. Isu Gender dalam Bahan Ajar. Jakarta:
Akses Internet, 2004.
Siswanto. Bias Gender dalam Pendidikan, artikel
diakses pada tanggal 02 Nopember 2015
[1] Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto, Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), h.
334
[5] Siswanto, Bias Gender dalam Pendidikan, artikel
diakses pada tanggal 02 Nopember 2015 dari http://paksisgendut.files.wordpress.com/2009/02.pdf