Kamis, 05 November 2015

GENDER DALAM PENDIDIKAN


KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam Penulis sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah , karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat Penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini Penulis membahas “Gender Dalam Pendidikan Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman konsep gender dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam bidang Pendidikan. Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya Penulis sampaikan kepada pembaca sekalian, serta teman-teman semua. Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat, Amin.
                                                                                                                                          Penulis                                                                              
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                                  
DAFTAR ISI                                                                                                 
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan                                                                                                            
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Gender
B.     Problematika Gender dalam  Pendidikan
C.     Pendidikan Memandang Gender
D.    Menuju Kesetaraan Gender dalam Pendidikan                                                                     
BAB III PENUTUP                                                                                      
Kesimpulan                                                                                                    
Saran                                                                                                              
DAFTAR PUSTAKA                       
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Isu kesetaraan gender sejalan dengan perkembangan jaman yang didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong perkembangan ekonomi dan globalisasi informasi, yang memungkinkan kaum perempuan bekerja dan berperan sama dengan kaum lelaki. Studi – studi tentang gender saat ini melihat bahwa ketimpangan gender terjadi akibat  rendahnya  kualitas  sumberdaya  kaum  perempuan  sendiri,  dan  hal tersebut mengakibatkan ketidakmampuan mereka bersaing dengan kaum lelaki. Oleh karena itu upaya-upaya yang dilakukan adalah mendidik kaum perempuan dan  mengajak  mereka  berperan  serta  dalam  pembangunan.  Namun kenyataannya  proyek-proyek  peningkatan  peran  serta  perempuan  agak  salah arah dan  justru mengakibatkan beban yang berganda-ganda bagi perempuan tanpa hasil yang memang menguatkan kedudukan perempuan sendiri. Dalam realitas yang kita jumpai pada masyarakat tertentu terdapat adat kebiasaan yang tidak mendukung dan bahkan melarang keikutsertaan perempuan dalam pendidikan formal. Bahkan adaa nilai yang mengemukakan bahwa “perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya ke dapur juga.”Ada pula anggapan seorang gadis harus cepat-cepat menikah agar tidak menjadi perawan tua. Paradigma seperti inilah yang menjadikan para perempuan menjadi terpuruk dan dianggap rendah kaum laki-laki. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Hal yang sangat penting adalah bahwa kesetaraan gender itu harus didukung dengan perlindungan hukum dan berbekal pendidikan yang memadai, karena perjuangan kesetaraan gender yang hakiki adalah perjuangan kesetaraan gender dalam dunia pendidikan dan perlindungan hukum.
B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Gender
2.      Problematika Gender dalam Pendidikan
3.      Pendidikan Memandang Gender
4.      Strategi Menuju Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
C.     Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Problematika Gender dalam Pendidikan
2.      Untuk Mengetahui Pendidikan Memandang Gender
3.      Untuk Mengetahui Strategi Menuju Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Gender
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan.[1]
Gender merupakan konsep hubungan sosial yang membedakan  (memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara perempuan dan lak-laki. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai kehidupan dan pembangunan.
Dengan demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran manusia atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga bersifat dinamis dapat berbeda karena perbedaan adat istiadat, budaya, agama, sitem nilai dari bangsa, masyarakat, dan suku bangsa tertentu. Selain itu gender dapat berubah karena perjalanan sejarah, perubahan politik, ekonomi, sosial dam budaya, atau karena kemajuan pembangunan. Dengan demikian gender tidak bersifat universal dan tidak berlaku secara umum, akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya.
B.     Problematika Gender dalam  Pendidikan
Rendahnya  kualitas  pendidikan  diakibatkan  oleh  adanya  diskriminasi  gender dalam  dunia  pendidikan. Ada tiga aspek permasalahan gender dalam pendidikan yaitu:
1.       Akses
Yang dimaksud dengan aspek akses adalah fasilitas pendidikan yang sulit dicapai. Misalnya, banyak sekolah dasar di tiap-tiap kecamatan namun untuk jenjang pendidikan selanjutnya seperti SMP dan SMA tidak banyak. Tidak setiap wilayah memiliki sekolah tingkat SMP dan seterusnya, hingga banyak siswa yang harus menempuh perjalanan jauh untuk mencapainya. Di lingkungan masyarakat yang masih tradisional, umumnya orang tua segan mengirimkan anak perempuannya ke sekolah yang jauh karena mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu banyak anak perempuan yang ‘terpaksa’ tinggal di rumah. Belum lagi beban tugas rumah tangga yang banyak dibebankan pada anak perempuan membuat mereka sulit meninggalkan rumah. Akumulasi dari faktor-faktor ini membuat anak perempuan banyak yang cepat meninggalkan bangku sekolah.
2.      Partisipasi
Aspek partisipasi dimana tercakup di dalamnya faktor bidang studi dan statistik pendidikan. Dalam masyarakat kita di Indonesia, dimana terdapat sejumlah nilai budaya tradisional yang meletakkan tugas utama perempuan di arena domestik, seringkali anak perempuan agak terhambat untuk memperoleh kesempatan yang luas untuk menjalani pendidikan formal. Sudah sering dikeluhkan bahwa jika sumber-sumber pendanaan keluarga terbatas, maka yang harus didahulukan untuk sekolah adalah anak laki-laki. Hal ini umumnya dikaitkan dengan tugas pria kelak apabila sudah dewasa dan berumah-tangga, yaitu bahwa ia harus menjadi kepala rumah tangga dan pencari nafkah.
3.      Manfaat dan Penguasaan
Kenyataan banyaknya angka buta huruf di Indonesia di dominasi oleh kaum perempuan. Data BPS tahun 2003, menunjukkan dari jumlah penduduk buta aksara usia 10 tahun ke atas sebanyak 15.686.161 orang, 10.643.823 orang di antaranya atau 67,85 persen adalah perempuan
Pendidikan tidak hanya sekedar proses pembelajaran, tetapi merupakan salah satu ”nara sumber” bagi segala pengetahuan karenanya ia instrumen efektif transfer nilai termasuk nilai yang berkaitan dengan isu gender.[2] Dengan demikian pendidikan juga sarana sosialisasi kebudayaan yang berlangsung secara formal termasuk di sekolah.
Perilaku yang tampak dalam kehidupan dalam kehidupan sekolah interaksi guru-guru, guru-murid, dan murid-murid, baik di dalam maupun luar kelas pada saat pelajaran berlangsung maupun saat istirahat akan menampakkan konstruksi gender yang terbangun selama ini. Selain itu penataan tempat duduk murid, penataan barisan, pelaksanaan upacara tidak terlepas dari hal tersebut. Siswa laki-laki selalu ditempatkan dalam posisi yang lebih menentukan, misalnya memimpin organisasi siswa, ketua kelas, diskusi kelompok, ataupun dalam penentuan kesempatan bertanya dan mengemukakan pendapat. Hal ini menunjukkan kesenjangan gender muncul dalam proses pembelajaran di sekolah.
C.     Pendidikan Memandang Gender
Dalam deklarasai Hak-hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan bahwa : Setiap orang berhak mendapatkan pengajaran. Pengajaran harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima serta rasa persahabatan antar semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan, serta harus memajukkan kegiatan PBB dalam memelihara perdamaian dunia.
Terkait dengan deklarasi di atas, sesungguhnya pendidikan bukan hanya dianggap dan dinyatakan sebagai sebuah unsur utama dalam upaya pencerdasan bangsa melainkan juga sebagai produk atau konstruksi sosial, maka dengan demikian pendidikan juga memiliki andil bagi terbentuknya relasi gender di masyarakat.
Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan dan relavan dengan tuntutan zaman, yaitu kualitas yang memiliki kaimanan dan hidup dalam ketakwaan yang kokoh, mengenali, menghayati, dan menerapkan akar budaya bangsa, berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan, dan keterampilan mutakhir, mampu mengantisipasi arah perkembangan, berpikir secara analitik, terbuka pada hal-hal baru, mandiri, selektif, mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, dan bisa meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualifikasi tersebut sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya.[3]
Departemen Pendidikan Nasional berupaya menjawab isu tersebut melalui perubahan kurikulum dan rupanya telah terakomodasi dalam kurikulum 2004 [4] tinggal bagaimana mengaplikasikannya dalam bahan ajar terutama isu gender meskipun pada kenyataannya masih membawa dampak biasa gender dalam masyarakat yang berakibat pada kurang optimalnya sumber daya manusia yang optimal yang unggul disegala bidang tanpa memandang jenis kelamin.
 Dengan demikian, pendidikan seharusnya memberi mata pelajaran yang sesuai dengan bakat minat setiap individu perempuan, bukan hanya diarahkan pada pendidikan agama dan ekonomi rumah tangga, melainkan juga masalah pertanian dan ketrampilan lain. Pendidikan dan bantuan terhadap perempuan dalam semua bidang tersebut akan menjadikan nilai yang amat besar dan merupakan langkah awal untuk memperjuangkan persamaan sesungguhnya.
D.    Menuju Kesetaraan Gender dalam Pendidikan
Usaha untuk menghentikan bias gender terhadap seluruh aspek kehidupan antara lain dengan cara pemenuhan kebutuhan praktis gender (pratical genderneeds). Kebutuhan ini bersifat jangka pendek dan mudah dikenali hasilnya. Namun usaha untuk melakukan pembongkaran bias gender harus dilakukan mulai dari rumah tangga dan pribadi masing-masing hingga sampai pada kebijakan pemerintah dan negara, tafsir agama bahkan epistimologi ilmu pengetahuan.
Adapaun strategi utama menuju kesetaraan gender dalam pendidikan adalah sebagai berikut:[5]
1.      Penyediaan akses pendidikan yang bermutu terutama pendidikan dasar secara merata bagi anak laki-laki dan perempuan baik melalui pendidikan persekolahan maupun pendidikan luar sekolah;
2.      Penyediaan akses pendidikan kesetaraan bagi penduduk usia dewasa yang tidak dapat mengikuti pendidikan persekolahan;
3.      Peningkatan penyediaan pelayanan pendidikan keaksaraan bagi penduduk dewasa terutama perempuan;
4.      Peningkatan koordinasi, informasi dan edukasi dalam rangka mengurus utamakan pendidikan berwawasan gender dan
5.      Pengembangan kelembagaan institusi pendidikan baik di tingkat pusat maupun daerah mengenai pendidikan berwawasan gender.
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
Budaya bias laki-laki membentuk perempuan cenderung menerima, karenanya upaya sistematis dan berkelanjutan tentang kesetaraan dan keadilan gender dalam pendidikan menjadi semakin mendesak, akses pendidikan perempuan dan laki-laki harus mendapatkan kesempatan yang sama. Anak perempuan, sebaimana anak laki-laki harus mempunyai hak atau kesempatan untuk sekolah lebih tinggi.
Gender di era global berkaitan dengan kesadaran, tanggung jawab laki-laki, pemberdayaan perempuan, hak-hak perempuan termasuk hak dalam pendidikan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menghubungkan semua konsep gender untuk tujuan kesehatan dan kesejahteraan bersama. Pendirian gender perlu diterjemahkan dalam aksi nyata berupa gerakan pembebasan yang bertanggung jawab. Mendorong laki-laki dan perempuan untuk merubah tradisi pencerahan, yaitu sikap yang didasarkan pada akal, alam, manusia, agar diperoleh persamaan, kebebasan dan kemajuan bersama, tanpa membedakanjenis kelamin.
B.     Saran
Zaman semakin maju maka Kesetaraan Gender ini adalah trobosan yang lama dan harus dikembangkan kemampuan – kemampuannya terutama bagi kaum perempuan yang selalu tertindas hak nya. Maka penulis menyarankan agar menghapus penindasan terhadap hak – hak perempuan yaitu dengan prestasi yang harus dikejar dalam bidang apapun yang sesuai dengan kemampuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Muthia’in, Achmad. Bias Gender dalam Pendidikan. Surakarta: UMS, 2001.
Yuryanto Bagong, Narwoko Dwi. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004.
Roqib, Moh. Pendidikan Perempuan. Yogyakarta: Gama Media, 2003.
Sumanto, Daryo. Isu Gender dalam Bahan Ajar. Jakarta: Akses Internet, 2004.
Siswanto. Bias Gender dalam Pendidikan, artikel diakses pada tanggal 02 Nopember 2015




[1] Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), h. 334
[2] Achmad Muthia’in, Bias Gender dalam Pendidikan, (Surakarta: UMS, 2001)

[3] Moh, Roqib, Pendidikan Perempuan, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), h. 49
[4] Daryo Sumanto, Isu Gender dalam Bahan Ajar, (Jakarta: Akses Internet, 2004), h. 1
[5] Siswanto, Bias Gender dalam Pendidikan, artikel diakses pada tanggal 02 Nopember 2015 dari  http://paksisgendut.files.wordpress.com/2009/02.pdf

Kamis, 22 Oktober 2015

PERSEPSI DEMOKRASI di INDONESIA


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah berjudul “Persepsi Demokrasi di Indonesia”. Saya menyusun makalah ini untuk membuka Pengetahuan  Mahasiswa yang nantinya sebagai Tenaga Pendidik sebagai Pembekal bagi peserta didik dalam kemajuan bangsa Indonesia. Saya berterima kasih kepada dosen Pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekirannya makalah yang telah disususn ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. 
                                                                                                                                          Penulis       

                                                                                               
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                                                                               BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan                                                                                                            
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Demokrasi
B.     Ciri – Ciri Demokrasi
C.     Jenis – Jenis Demokrasi
D.    Prinsip Demokrasi di Indonesia
E.     Perkembangan Serta Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
                                                                                                     
BAB III PENUTUP                                                                                      
Kesimpulan                                                                                                    
Saran                                                                                                              
DAFTAR PUSTAKA                       
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah        
            Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam pemutusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencangkup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan polotik secara bebas dan setara. Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan bangsa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.
B.     Rumusan Masalah
Dari pembahasan yang telah dijelaskan tersebut maka penulis menemukan berbagai persoalan mengenai Demokrasi di Indonesia yang akan dirumuskan sebagai berikut :
1.      Apa Yang Dimaksud Dengan Demokrasi
2.      Ciri – Ciri Demokrasi
3.      Apa Saja Jenis - Jenis dan Prinsip Demokrasi di Indonesia
4.      Bagaimana Perkembangan Serta Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
C.     Tujuan
Dengan adanya Demokrasi maka membuka pemikiran rakyat indonesia akan adanya kebebasan yang menyeluruh berada ditangan rakyat namun kebebasan disini sesuai dengan norma – norma yang sesuai dengan budaya Negara Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Demokrasi
            Demokrasi yang menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people (kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa).[1] Jadi demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan, yang memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Manusia diseluruh dunia, baik dengan latar belakang agama, peradaban dan sejarah, umumnya mengakui demokrasi sebagai sesuatu yang harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.[2] Budaya demokrasi di Indonesia perlu dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta hendaknya mengacu kepada akar budaya nasionalisme yang memiliki nilai gotong royong atau kebersamaan dan mementingkan kepentingan umum. Namun, budaya individualisme dan budaya liberal yang masuk melanda masyarakat dengan melalui arus globalisasi tidak mungkin bisa dibendung karena kemajuan teknologi.
Demokrasi merupakan salah satu istilah yang paling dikenal rakyat Indonesia disamping istilah politik. Keakraban masyarakat dengan istilah Demokrasi dapat dilihat dalam kenyataan bahwa sistem politik Indonesia selalu dikaitkan dengan istilah itu. Gagasan Demokrasi yang ada atau lahir dalam kurun waktu, mungkin saja ditinggalkan dan tidak dipakai dalam periode berikutnya, namun itu tidak berarti bahwa persepsinya hilang begitu saja.[3] Dengan demikian pemikiran tentang demokrasi dapat dijadikan suatu alat untuk mengetahui bagaimana bersosialisasi dengan manusia yang satu dengan yang lainnya.
B.     Ciri – Ciri Demokrasi
Menurut Henry B. Mayo dalam Miriam Budiarjo (1990: 62 ) dalam bukunya “Introduction to Democratic Theory”, memberikan ciri-ciri demokrasi dari sejumlah nilai yaitu:
1.      Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
2.      Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang   berubah.
3.      Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
4.      Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
5.      Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat.
6.      Menjamin tegaknya keadilan.[4]
C.     Jenis – Jenis Demokrasi
Terdapat beberapa jenis demokrasi yang disebabkan perkembangan dalam pelaksanaannya diberbagai kondisi dan tempat. Oleh karena itu, pembagian jenis demokrasi dapat dilihat dari beberapa hal, sebagai berikut:
1.      Demokrasi berdasarkan Cara menyampaikan pendapat.
Temiasuk jenis demokrasi ini terdiri dari:
a.       Demokrasi Langsung.
Rakyat secara langsung diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintah.
b.      Demokrasi Tidak Langsung atau Demokrasi Perwakilan.
Demokrasi ini dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui pemilu. Aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil – wakil rakyat yang duduk dilembaga perwakilan rakyat.
2.      Demokrasi Formal.
Demokrasi ini disebut juga demokrasi liberal, yaitu secara hukum menempatkan semua orang dalam kedudukan yang sama dalam bidang politik, tanpa mengurangi kesenjangan ekonorni.
3.      Demokrasi Material.
Demokrasi ini memandang manusia mempunyai kesamaan dalam bidang sosial ekonomi, sehingga persamaan bidang politik tidak menjadi prioritas. Demokrasi material dikembangkan di Negara sosialis komunis.
4.      Demokrasi Liberal.
Yaitu memberikan kebebasan yang luas pada individu tanpa campur tangan pemerintah diminimalkan bahkan ditolak. Pemerintah bertindak atas dasar konstitusi hukum dasar.
5.      Demokrasi Rakyat atau Demokrasi Proletar. 
Demokkrasi ini bertujuan menyejahterakan rakyat. Negara dibentuk tidak mengenal perbedaan kelas. Semua warga Negara mempunyai persamaan dalam hukum dan politik.[5]
D.    Prinsip Demokrasi di Indonesia
Pada dasarnya Prinsip Demokrasi itu sebagai berikut:
a.       Kedaulatan di Tangan Rakyat
Kedaulatan rakyat maksudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Ini berarti kehendak rakyat merupakan kehendak tertinggi. Apabila setiap warga negara mampu memahami arti dan makna dari prinsip demokrasi.
b.      Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia
Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebenarnya terlebih dahulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945. Peraturan tentang hak asasi manusia Undang-Undang Dasar 1945 dimuat dalam: Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama dan empat, Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
c.       Pemerintahan Berdasar Hukum (Konstitusi)
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
d.      Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk diperlakukan sama didepan hukum, pengadilan, dan pemerintahan tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan, pangkat, dan jabatan. Dalam persidangan di pengadilan, hakim tidak membeda-bedakan perlakuan dan tidak memihak si kaya, pejabat, dan orang yang berpangkat. Jika mereka bersalah, hakim harus mengadilinya dan memberikan hukuman sesuai dengan kesalahannya.
e.       Pengambilan Keputusan Atas Musyawarah
Bahwa dalam setiap pengambilan keputusan itu harus dilaksanakan sesuai keputusan bersama (musyawarah) untuk mencapai mufakat.
f.       Adanya Partai Politik dan Organisasi Sosial Politik
Bahwa dengan adanya partai politik dan dan organisasi sosial politik ini berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
g.      Pemilu yang Demokratis
Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.[6]
E.     Perkembangan Serta Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Setelah Orde Baru tumbang yang ditandai oleh turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada bulan Mei 1998 terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk kembali menggunakan demokrasi. Demokrasi merupakan pilihan satu-satunya bagi bangsa Indonesia karena memang tidak ada bentuk pemerintahan atau sistem politik lainnya yang lebih baik yang dapat dipakai untuk menggantikan sistem politik Orde Baru yang otoriter. Gerakan demokratisasi setelah Orde Baru dimulai dengan gerakan yang dilakukan oleh massa rakyat secara spontan. Segera setelah Soeharto menyatakan pengunduran dirinya, para tokoh masyarakat membentuk  sejumlah partai politik dan melaksanakan kebebasan berbicara dan berserikat/berkumpul sesuai dengan nilai-nilai demokrasi tanpa mendapat halangan dari pemerintah. Pemerintah tidak melarang demokratisasi tersebut meskipun peraturan perundangan yang berlaku biasa digunakan untuk itu. Tentu saja pemerintah tidak mau mengambil resiko bertentangan dengan rakyat sehingga pemerintah membiarkan demokratisasi bergerak sesuai dengan keinginan rakyat.
Pemerintah kemudian membuka peluang yang lebih luas untuk melakukan demokratisasi dengan mengeluarkan tiga UU politik baru yang lebih demokratis pada awal 1999. Langkah selanjutnya adalah amandemen UUD 1945 yang bertujuan untuk menegakkan demokrasi secara nyata dalam sistem politik Indonesia. Demokratisasi pada tingkat pemerintah pusat dilakukan bersamaan dengan demokratisasi pada tingkat pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kota). Tidak lama setelah UU Politik dikeluarkan, diterbitkan pula UU Pemerintahan Daerah yang memberikan otonomi yang luas kepada daerah-daerah. Suasana kebebasan dan keterbukaan yang terbentuk pada tingkat pusat dengan segera diikuti oleh daerah - daerah. Sesuai dengan perkembangan demokratisasi di tingkat pusat, di tingkat provinsi (juga di tingkat kabupaten dan kota) dilakukan penguatan kedudukan dan fungsi tersebut mempunyai kedudukan yang sama dengan gubernur. DPRD telah mendapatkan perannya sebagai lembaga legislatif daerah yang bersama-sama dengan gubernur sebagai kepala eksekutif membuat peraturan daerah (perda). DPRD Provinsi menjadi lebih mandiri karena dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) yang demokratis. Melalui pemilu tersebut, para pemilih mempunyai kesempatan menggunakan hak politik mereka untuk menentukan partai politik yang akan duduk di DPRD. Suasana kebebasan yang tercipta di tingkat pusat sebagai akibat dari demokratisasi juga tercipta di daerah.
Partisipasi masyarakat dalam memperjuangkan tuntutan mereka dan mengawasi jalannya pemerintahan telah menjadi gejala umum di seluruh provinsi di Indonesia. Selanjutnya konsep – konsep kontemporer dinamis dari demokrasi memiliki konsep turunan yaitu tentang: Hak Asasi Manusia, persamaan di depan hukum, teori – teori tentang kekuasaan, hubungan internaional, hubungan dengan pelbagai agama, keserajatan antar pemeluk agama, perkawinan lintas agama, penegakan keadilan, organisasi – organisasi kemanusiaan universal, pluralisme, inklusifisme dalam beragama, kesetaraan gender dan lain – lain sebagainnya.[7] Berbagai demonstrasi dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di pelosok-pelosok desa di Indonesia. Rakyat semakin menyadari hak-hak mereka sehingga mereka semakin peka terhadap praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan yang tidak benar dan merugikan rakyat. Hal ini mengharuskan pemerintah bersikap lebih peka terhadap aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat. Demokratisasi telah membawa perubahan-perubahan politik baik di tingkat pusat maupun daerah. Apa yang terjadi di tingkat pusat dengan cepat ditiru oleh daerah - daerah. Demokratisasi merupakan sarana untuk membentuk system politik demokratis yang memberikan hak-hak yang luas kepada rakyat sehingga pemerintah dapat diawasi untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam perkembangannya demokrasi di Indonesia, demokrasi dibagi dalam beberapa periode berikut:
1.      Pelakasanaaan Demokrasi pada Masa Revolusioner (1945-1950)
2.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Lama :
a.       Masa Demokrasi Liberal 1950-1959
b.      Masa Demokrasi Terpimpin
3.      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Baru 1966-1998
4.      Pelaksaan Demokrasi Orde Reformasi 1998- Sekarang.[8]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Demokrasi yang menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people (kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa). Jadi demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan, yang memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Budaya demokrasi di Indonesia perlu dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta hendaknya mengacu kepada akar budaya nasionalisme yang memiliki nilai gotong royong atau kebersamaan dan mementingkan kepentingan umum. Dengan demikian pemikiran tentang demokrasi dapat dijadikan suatu alat untuk mengetahui bagaimana bersosialisasi dengan manusia yang satu dengan yang lainnya dengan Ciri – Ciri Demokrasi di Indonesia sebagai berikut : Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga, Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah, Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur, Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum, Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat, Menjamin tegaknya keadilan.
Jenis – Jenis Demokrasi: Demokrasi berdasarkan Cara menyampaikan pendapat (Demokrasi Langsung dan Demokrasi Tidak Langsung atau Demokrasi Perwakilan), Demokrasi Formal, Demokrasi Material, Demokrasi Liberal, Demokrasi Rakyat atau Demokrasi Proletar.
Prinsip Demokrasi di Indonesia : Kedaulatan di Tangan Rakyat, Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia, Pemerintahan Berdasar Hukum (Konstitusi), Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak, Pengambilan Keputusan Atas Musyawarah, Adanya Partai Politik dan Organisasi Sosial Politik, Pemilu yang Demokratis. Dalam perkembangannya demokrasi di Indonesia, demokrasi dibagi dalam beberapa periode berikut: Pelakasanaaan Demokrasi pada Masa Revolusioner (1945-1950), Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Lama (a. Masa Demokrasi Liberal 1950-1959, b. Masa Demokrasi Terpimpin), Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Baru 1966-1998 dan Pelaksaan Demokrasi Orde Reformasi 1998- Sekarang.
Saran
Dalam pembuatan Makalah ini penulis menyadari bahwa Demokrasi sangat dibutuhkan diberbagai aspek terutama dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan begitu kita perlu adanya sikap saling terbuka dan menerima apa yang terjadi dalam perubahan – perubahan yang terjadi di dalam tata negara di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo,  Miriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Maftukhin.  Nuansa Studi Islam: Sebuah Pergulatan Pemikiran. Yogyakarta: Teras, 2010.
Sjamsuddin, Nazaruddin. Integrasi Politik Di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1989.
Robi Harto Purba, “Makalah Demokrasi,” artikel diakses pada tanggal 19 Oktober 2015 dari http://robihartopurba.blogspot.co.id/2015/03.html
Abdullah, Mudhofir. Masail Al-Fiqhiyyah: Isu – isu Fikih Kontemporer. Yogyakarta: Teras, 2011.
Makalah PKN Tentang Demokrasi, artikel diakses pada tanggal 19 Oktober 2015 dari http://www.academia.edu/10998298/html






[1] Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 105
[2] Maftukhin, Nuansa Studi Islam: Sebuah Pergulatan Pemikiran, (Yogyakarta: Teras, 2010), h. 297
[3] Nazaruddin Sjamsuddin, Integrasi Politik Di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 129
[4] Robi Harto Purba, “Makalah Demokrasi,” artikel diakses pada tanggal 19 Oktober 2015 dari http://robihartopurba.blogspot.co.id/2015/03.html

[5] Makalah PKN Tentang Demokrasi, artikel diakses pada tanggal 19 Oktober 2015 dari http://www.academia.edu/10998298/html

[6] Robi Harto Purba, “Makalah Demokrasi,” artikel diakses pada tanggal 19 Oktober 2015 dari http://robihartopurba.blogspot.co.id/2015/03.html

[7] Mudhofir Abdullah, Masail Al-Fiqhiyyah: Isu – isu Fikih Kontemporer, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 21
[8] Robi Harto Purba, “Makalah Demokrasi,” artikel diakses pada tanggal 19 Oktober 2015 dari http://robihartopurba.blogspot.co.id/2015/03.html